Oleh Prof. Dr. Mohd. Harun, M.Pd, Pengasuh Matakuliah Adat dan Budaya Aceh di FKIP Universitas Syiah Kuala
Bagaimanakah pendidikan ideal dalam budaya Aceh?
Pertanyaan ini membutuhkan jawaban, baik secara empirik maupuan secara ilmiah.
Merujuk sumber sejarah dan sisa-sisa peradaban khas Aceh didapatlah jawaban berikut ini.
Baca juga: 12 Budaya Aceh Dapat Hak Paten
Baca juga: Seniman Minta Gunakan Gedung Seni Budaya, Ini Jawaban Kadis Pendidikan dan Budaya Aceh Singkil
Baca juga: Seniman Teater, Rasyidin Wig Maroe Sambut Gembira Panggung Virtual Taman Budaya Aceh
Cara Memperoleh Ilmu
Ada dua cara memperoleh ilmu dalam budaya Aceh.
Pertama, seorang murid haruslah proaktif; tidak boleh menunggu datangnya ilmu:
Meunabsu keu carong tajak bak guru
Meunabsu keu malém tajak bak teungku
(Ingin pintar belajarlah pada guru
Ingin alim belajarlah pada teungku)

Artinya, baik untuk memperoleh ilmu agama maupun ilmu umum, seseorang haruslah mencari atau pergi (tajak); bukan menunggu guru (di rumah). Inilah konsep hakiki seorang pencari ilmu. Konsep ini dikenal dengan istilah meudagang (merantau untuk mencari ilmu).
Karena itulah, orang tua bijak Aceh mengirimkan anaknya ke tempat yang jauh dari kampungnya, meskipun di kampungnya terdapat lembaga pendidikan terkenal.
Kedua, semua ilmu haruslah diperoleh dengan cara berguru (meuguree), seperti dalam ungkapan
Baca juga: Dua Mahasiswa Aceh Perkenalkan Budaya Aceh dalam Karnaval di Jerman
Baranggapeue buet tameugurèe
Bèk tatirèe han sampôreuna
(Apa pun pekerjaan haruslah berguru
Jangan ditiru tidak akan sempurna)
Artinya, apa pun pekerjaan manusia harus disertai dengan ilmu. Karena itu, proses peniruan (ikut-ikutan) pantang dilakukan.
Ada perbedaan antara orang yang bekerja karena berilmu dengan orang yang bekerja karena ikut-ikutan. Yang pertama tahu apa dan mengapa itu dikerjakannya, sedangkan yang kedua tidak tahu mengapa dan untuk apa hal itu dikerjakan.
Baca juga: Kualitas Pendidikan Aceh Rendah, Wakil Ketua DPRA Tawarkan Solusi Ini
Baca juga: Pendidikan Aceh: Bangkit Atau Terhimpit?
Baca juga: Syiah Kuala, Bapak Pendidikan Aceh
Begitulah, dalam konteks kecendekiaan orang Aceh, seorang murid pantang melakukan kecurangan ilmu (plagiasi).
Pandangan tentang Guru
Dalam budaya Aceh, ada tiga pihak yang harus dimuliakan, yaitu ayah, ibu, dan guru. Ini merupakan konsep harmonisasi pendidikan paling hakiki yang harus dijalani seorang anak, seperti diajarkan dalam petuah berikut.
Ayah deungon bunda keulhèe ngon gurèe
Ureueng nyan ban lhèe tapumulia
Pat-pat na salah meu’ah talakèe
Akhirat teuntèe h’an keunong bala
(Ayah dengan ibu serta dengan gurèe
Mereka bertiga haruslah dimuliakan
Apa pun kesalahan mohonlah kemaafan
Sumber: aceh.tribunnews.com